Berbicara soal pengemis memang terkadang membingungkan. Sepanjang pengetahuan penulis ada dua sikap yang paling menonjol saat berpapasan dengan seorang pengemis. Saat kita melihat dengan perasaan kasihan, itu berarti sisi nurani kita mulai tersentuh. Dan saat perasaan masa bodo yang muncul, itu berarti sikap rasional kita yang menonjol.
Saya tidak ingin bicara kemiskinan yang jauh di luar sana , saya ingin bicara kemiskinan yang ada disekitar kita. Dimana kita biasa beraktifitas. Mulai dari berangkat ke kampus sampai pulang lagi ke rumah/kos. Pengemis ada dimana-mana. Dilampu merah, di tempat makan, di halte, di bus kota . Tampat-tempat umum, sangat ramai di “kuasai” oleh pengemis.
Saat ini tidak sulit menemukan orang-orang miskin yang secara ekstrim memperlihatkan kelemahannya di hadapan umum. Mengemis atau meminta-minta. Itulah cerminan kemiskinan paling menyakitkan sepanjang sejarah kehidupan manusia. Sungguh, suatu pernyataan sikap yang sangat mengerikan bagi saya.
Melihat dengan perasaan miris. Pakaian compang camping, cacat, membawa anak kecil. Benar-benar mengenaskan. Tidak adakah sarana yang paling ampuh yang bisa mengatasi keadaan seperti itu? Ada apa sebenarnya dengan fakta sosial yang menyakitkan itu? Apakah sudah begitu lemahnya manusia pengemis, sehingga ia harus merelakan harga dirinya dengan cara meminta-minta belas kasihan? Berusaha dan pantang menyerah agar bisa menyentuh sisi baik orang lain. Seakan tak perduli dengan sikap acuh orang lain. Karena kemalasan ataukah karena kemiskinan, hal ini membuat saya tertarik untuk mengkajinya....
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar