SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIOLOGI

Bookmark and Share

Versi materi oleh Bondet Wrahatnala


Pernahkah kamu bertanya kapan lahirnya sosiologi? Karena sosiologi mempelajari hubungan atau interaksi manusia dalam kelompok atau masyarakat, maka sosiologi lahir sejak manusia bertanya tentang masyarakat, terutama tentang perubahannya. Latar belakang sosial lahirnya sosiologi adalah perubahan masyarakat di Eropa Barat akibat revolusi industri di Inggris dan revolusi Prancis yang berlangsung pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Banyak orang pada masa itu berharap bahwa revolusi industri dan revolusi Prancis akan membawa kemajuan bagi semua anggota masyarakat.

Dengan munculnya revolusi industri, pola-pola tradisional mulai ditinggalkan dan muncullah teknologi baru yang mempermudah sekaligus meningkatkan produksi masyarakat, sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya. Jika pada masa feodalisme sebelum revolusi Prancis masyarakat terkotak-kotak dalam lapisan-lapisan sosial yang sangat membatasi ruang bagi lapisan sosial yang lebih rendah, setelah revolusi semua orang berharap bahwa akses terhadap semua sumber daya sosial dan ekonomi seperti pendidikan dan pekerjaan harus terbuka lebar bagi semua lapisan.

Akan tetapi, apa yang diharapkan masyarakat tidak menjadi kenyataan. Revolusi memang telah mendatangkan perubahan, namun pada saat yang sama juga telah mendatangkan kekhawatiran yang lebih besar. Apa sesungguhnya yang terjadi? Dalam masyarakat timbul anarki (situasi tanpa aturan) dan kekacauan yang lebih besar setelah revolusi Prancis. Di samping itu, timbul kesenjangan sosial antara golongan kaya dengan golongan miskin. Kelas-kelas sosial bukannya dihapus, melainkan semakin nyata. 

Kaum buruh semakin ditekan oleh segelintir orang yang memiliki modal dan perusahaan. Dengan demikian konflik antarkelas menjadi tidak terhindarkan. Berikut akan kita pelajari beberapa tokoh yang menjadi perintis lahirnya ilmu sosiologi, dimulai dari Auguste Comte.



1. Auguste Comte (1798–1857)

Istilah ‘sosiologi’ pertama kali diciptakan pada tahun 1839 oleh Auguste Comte, seorang ahli filsafat kebangsaan Prancis. Dialah yang pertama kali menggunakan istilah tersebut sebagai pendekatan khusus untuk mempelajari masyarakat.





Selain itu, dia juga memberi sumbangan yang begitu penting terhadap sosiologi. Oleh karena itu para ahli sepakat untuk menyebutnya sebagai ‘Bapak Sosiologi’. Mengapa? Memang harus diakui bahwa Comte sangat berjasa terhadap sosiologi.

Beberapa sumbangan pentingnya antara lain sebagai berikut.

a. Ia mengatakan bahwa ilmu sosiologi harus didasarkan pada pengamatan, perbandingan, eksperimen, dan metode historis secara sistematik. Objek yang dikajipun harus berupa fakta, bukan harapan atau prediksi. Jadi, harus objektif dan harus pula bermanfaat, serta bukan mengarah kepada kepastian dan kecermatan.

b. Ia menyumbangkan pemikiran yang mendorong perkembangan sosiologi dalam bukunya Cours de Philosophie Positive, yang dikenal dengan hukum kemajuan manusia atau hukum tiga jenjang.
Dalam menjelaskan gejala alam dan gejala sosial, manusia akan melewati tiga jenjang berikut ini.
1) Jenjang teologi, bahwa segala sesuatu dijelaskan dengan mengacu pada hal-hal yang bersifat adikodrati.
2) Jenjang metafisika, bahwa manusia memahami sesuatu dengan mengacu kepada kekuatan-kekuatan metafisik atau hal-hal yang bersifat abstrak.
3) Jenjang positif, bahwa gejala alam dan sosial dijelaskan dengan mengacu pada deskripsi ilmiah (jenjang ilmiah).

c. Ia mengatakan pula bahwa sosiologi merupakan ratu ilmuilmu sosial, dan menempati peringkat teratas dalam hierarki ilmu-ilmu sosial.

d. Ia membagi sosiologi ke dalam dua bagian besar, yaitu statika sosial (social statics) yang mewakili stabilitas atau kemantapan, dan dinamika sosial (social dynamic) yang mewakili perubahan.



2. Karl Marx (1818–1833)

Latar belakang pemikirannya adalah adanya eksploitasi besar-besaran yang dilakukan oleh para pengusaha atau pemilik modal (kaum kapitalis atau yang dikenal juga dengan kaum borjuis) terhadap kaum buruh (yang disebut juga dengan kaum proletar). Para buruh bekerja dengan jam kerja yang ditetapkan oleh para pengusaha dengan seenak hati mereka.





Bukan hanya itu, upah yang diberikan juga begitu rendah, tidak sebanding dengan pekerjaannya. Menurut Marx, kaum kapitalis atau pengusaha adalah lintah darat yang hidup dari keringat para buruh. Dengan kata lain, ada ketidakadilan yang sangat besar dalam masyarakat. Ada kelompok yang menguasai saranasarana produksi yaitu para kapitalis, dan ada kelompok yang sama sekali tidak memiliki sarana produksi, sehingga sepenuhnya menggantungkan hidup pada para kapitalis. Kelompok ini disebut dengan kaum buruh.

Marx mengatakan bahwa sejarah masyarakat manusia adalah sejarah perjuangan kelas, yang melahirkan kelompok borjuis dan kelompok proletar. Sadar akan posisinya di masyarakat, yaitu sebagai kelompok yang dieksploitasi, maka kaum proletar bersatu dan memberontak melawan kaum borjuis. Konflik antarkelas inilah yang melahirkan perubahan dalam masyarakat. Menurut Marx, suatu saat kaum proletar akan memenangkan perjuangan kelas ini yang kemudian akan melahirkan masyarakat tanpa kelas.



3. Herbert Spencer (1820–1903)

Herbert Spencer adalah orang Inggris yang menguraikan materi sosiologi secara rinci dan sistematis. Menurut Spencer, objek sosiologi yang pokok adalah keluarga, politik, agama, pengendalian sosial, dan industri. Termasuk pula asosiasi, masyarakat setempat, pembagian kerja, pelapisan sosial, sosiologi pengetahuan dan ilmu pengetahuan, serta penelitian terhadap kesenian dan keindahan.






Pada tahun 1876 Spencer mengetengahkan sebuah teori tentang ‘evolusi sosial’, yang hingga kini masih dianut,walaupun di sana-sini ada perubahan. Ia menerapkan secara analog Teori Darwin mengenai ‘Teori Evolusi’ terhadap masyarakat manusia. Ia yakin bahwa masyarakat mengalami evolusi dari masyarakat primitif ke masyarakat industri.

Spencer juga mengembangkan gagasan tentang sistem interaksi sosial, khususnya pada masyarakat Inggris. Ia juga beranggapan bahwa keadaan masyarakat akan berubah menuju ke situasi yang lebih aman dan tertib. Hal ini terjadi karena di masyarakat sudah mulai terjadi sistem pembagian kerja secara teratur. Berbagai penanganan pekerjaan di masyarakat mulai ditangani oleh orang-orang yang memang ahli (profesional). Hubungan antarberbagai pekerjaan juga terjalin dengan sangat kompak.

Herbert Spencer juga mengembangkan suatu sistematika penelitian masyarakat dalam bukunya yang berjudul Principles of Sociology. Melalui buku ini istilah sosiologi menjadi lebih populer. Berkat jasa Spencer, sosiologi berkembang pesat pada abad ke-20, terutama di negara Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat, hingga sekarang sudah menyebar ke segala penjuru dunia.



4. Emile Durkheim (1858–1927)

Bagi Durkheim, fenomena sosial yang tumbuh berserakan dalam kehidupan masyarakat ini adalah nyata. Oleh karena itu, gejala-gejala sosial yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat sesungguhnya dapat dikaji dengan metode-metode empiris, dan bukan secara filosofis.






Pada prinsipnya Durkheim menolak penjelasan ilmiah tentang tindakan (juga mengenai institusi sosial) yang hanya mendasarkan analisis pada karakteristik individu, seperti insting, kemauan, imitasi, dan kepentingan pribadi. Penjelasan semacam itu menurut Durkheim hanyalah merupakan akibat dari kumpulan sifat dan tindakan individu.

Menurut Durkheim, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari fakta sosial. Tahukah kamu apakah fakta sosial itu? Fakta social adalah setiap cara bertindak yang telah baku ataupun tidak, yang dapat melakukan pemaksaan terhadap individu. Fakta social bersifat eksternal terhadap individu. Fakta sosial bisa berupa cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang memperlihatkan ciri-ciri tertentu yang berada di luar kesadaran individu. Fakta sosial bersifat umum, dalam arti tersebar merata dan menjadi milik kolektif, bukan sekadar hasil penjumlahan beberapa fakta individu. Contohnya hukum, adat istiadat, dan cara berpakaian.

Dalam mengkaji masyarakat, Durkheim lebih menekankan pada kesadaran kolektif (collective consciousness) sebagai dasar dari suatu keteraturan sosial atau lebih menekankan pada kerja sama yang mencerminkan konsensus moral sebagai proses social yang paling mendasar.



5. Max Weber (1864–1920)

Max Weber berpendapat bahwa sebagai ilmu, sosiologi berusaha memberikan pengertian tentang aksi-aksi sosial. Sosiologi membantu mempelajari dan memahami perilaku manusia dan sekaligus menelaah sebab-sebab terjadinya interaksi sosial. Karya Weber tentang perkembangan sosiologi misalnya analisis tentang wewenang, birokrasi, sosiologi agama, organisasi-organisasi ekonomi, dan sebagainya.




Weber berpendapat bahwa metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam tidak dapat diterapkan begitu saja pada masalah-masalah yang dikaji dalam ilmu-ilmu sosial. Menurut dia, karena para ilmuwan sosial mempelajari dunia sosial di mana mereka hidup, tentu ada hal-hal yang subjektif dalam penelitian mereka. Oleh karena itu, sosiologi seharusnya ‘bebas nilai’ (value free), tidak boleh terdapat bias yang memengaruhi penelitian dan hasil-hasilnya. Ia menyebutkan bahwa sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar